Kebumen, 22 April 2025 — Dalam rangka memperingati Hari Bumi Sedunia tahun 2025, MIN 1 Kebumen menyelenggarakan kegiatan penanaman pohon matoa di sekitar tanah MIN 1 Kebumen wakaf dari keluarga almarhumah Hj. Umiyati. Kegiatan ini berlangsung pada Selasa, 22 April 2025, dan merupakan bagian dari gerakan penanaman pohon serentak yang diprakarsai oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.
Sebanyak 10 pohon matoa ditanam mengelilingi area tanah wakaf yang selama ini dimanfaatkan sebagai lapangan olahraga untuk peserta didik dan masyarakat sekitar. Penanaman dilakukan secara simbolis oleh Kepala Madrasah Hj. Widyastuti, S.Ag., M.Pd., bersama perwakilan peserta didik dari berbagai kelas. Anak-anak tampak senang, antusias, dan aktif terlibat dalam proses penanaman, mulai dari menggali tanah hingga menyiram bibit pohon.
“Ini adalah bentuk nyata cinta lingkungan. Dengan menanam pohon hari ini, kita ikut menjaga bumi sekaligus mempercantik dan menyehatkan lingkungan madrasah,” ujar Hj. Widyastuti dalam sambutannya.
Tema Hari Bumi 2025: Kekuatan Kita, Planet Kita
Hari Bumi tahun ini mengusung tema “Kekuatan Kita, Planet Kita” (Our Power, Our Planet). Tema ini menekankan pentingnya tanggung jawab bersama antara masyarakat, organisasi, dan pemerintah untuk beralih ke energi terbarukan dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan. Perubahan iklim, krisis energi, dan kerusakan alam tidak bisa diatasi sendiri-sendiri—diperlukan gotong royong lintas sektor, termasuk dari dunia pendidikan.
Profil Pohon Matoa
Pohon matoa (Pometia pinnata) berasal dari Papua dan kini semakin banyak ditanam di berbagai wilayah Indonesia. Tanaman ini mampu tumbuh hingga 20 meter dan menghasilkan buah manis yang mirip leci. Selain bernilai gizi tinggi, pohon matoa juga memiliki manfaat seperti menyerap karbon, menjaga kelembapan tanah, serta menjadi peneduh alami yang baik di area terbuka.
Penanaman pohon Matoa dipilih karena nilai ekologis, ekonomis, dan simbolisnya sebagai representasi keberagamaan hayati Indonesia. Pohon Matoa menjadi penyimpan air dan penyerap CO2, buahnya dapat dikonsumsi dan dikembangkan secara komersial. Pohon Matoa juga memiliki nilai simbolis sebagai representasi keberagamaan hayati Indonesia, karena pohon ini banyak ditemukan di wilayah Indonesia dan memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat.
Sejarah Hari Bumi dan Gerakan Nasional Tanam Sejuta Pohon Matoa
Hari Bumi pertama kali diperingati pada 22 April 1970 sebagai bentuk protes atas kerusakan lingkungan. Kini, peringatan tersebut menjadi gerakan global yang dirayakan di lebih dari 190 negara. Tahun ini, Kementerian Agama turut berpartisipasi aktif melalui program Penanaman Sejuta Pohon Matoa Serentak di seluruh madrasah dan lembaga pendidikan Islam. Gerakan ini bertujuan membentuk karakter peserta didik yang peduli terhadap lingkungan dan siap menjadi pelindung bumi di masa depan.
-
Kementerian Agama sebagai Inisiator:
Gerakan ini merupakan inisiatif dari Kementerian Agama, dengan Menteri Agama, Nasaruddin Umar, sebagai pemimpin dan pelopor kegiatan.
-
Tujuan Gerakan:
Penanaman satu juta pohon Matoa ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran umat beragama tentang pentingnya menjaga lingkungan dan membangun harmoni antara Tuhan, manusia, dan alam.
-
Kolaborasi dan Partisipasi:
Gerakan ini melibatkan berbagai pihak, termasuk seluruh unit kerja Kementerian Agama, madrasah, pesantren, kampus perguruan tinggi keagamaan, dan rumah ibadah, serta tokoh lintas agama dan organisasi kemasyarakatan keagamaan.
-
Lokasi Penanaman:
Penanaman pohon Matoa dilakukan di berbagai lokasi, termasuk kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Cimanggis, Depok, dan juga di masjid, kantor Kementerian Agama, madrasah, dan pesantren di berbagai wilayah Indonesia.
Kegiatan penanaman pohon di MIN 1 Kebumen menjadi simbol kolaborasi antara madrasah, masyarakat, dan pemerintah dalam menjaga alam. Harapannya, pohon-pohon matoa ini akan tumbuh besar dan menjadi warisan hijau yang memberi manfaat bagi generasi mendatang.D